Popular Posts

Tuesday, July 16, 2013

REDEMONISASI

REDEMONISASI
OLEH ; 
NIA TRESNAWATY, SE.,M.Ak

REDEMONISASI. Ketika isu ini beredear sontak topik ini menjadi perbincangan bagi semua kalangan terutama para ekonom, politisi, dan pelaku bisnis. Rencana redenominasi atau penyederhanaan pecahan nilai rupiah ditanggapi beragam, sebagian merespons baik, sedangkan lainnya masih kebingungan. Oleh karena itu, perlu sosialisasi yang menyeluruh ke semua lapisan masyarakat sebelum redenominasi itu direalisasikan. Banyak yang memandang sinis akan hadirnya kebijakan ini. Harap maklum masih banyak yang menyamakan redenominasi dengan sanering. Redemonisasi sama sekali berbeda dengan sanering atau devaluasi. 
Sanering (bahasa Belanda) merupakan pemotongan nilai mata uang sekaligus nilai tukarnya. Contoh; Jika sebelumnya kita mempunyai uang Rp 1.000 dan dapat membeli barang, misalnya beras 1 kg, dengan nilai yang sama yaitu Rp 1.000 setelah diberlakukan sanering menjadi Rp 1, dengan demikian kita tidak dapat lagi membeli beras 1 kg tersebut dengan Rp 1 yang kita miliki. Sedangkan Devaluasi  atau Revaluasi merupakan penyesuaian nilai mata uang dalam negeri dengan menurunkan nilainya terhadap mata uang asing atau acuan. Misalnya Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Untuk hal ini Indonesia sudah sangat sering melakukannya ketika Pemerintahan Orde Baru yang  juga menerapkan kurs tetap (fixed currency). Devaluasi dilakukan karena kurs yang dipakai sudah tidak mencerminkan nilai tukar riil uang itu sendiri, sehingga ketika nilainya dipatok pada angka tertentu maka pemegang otoritas sewaktu-waktu harus menyesuaikan dengan nilai tukar riilnya. Redenominasi sendiri adalah penggantian nilai mata uang tanpa menurunkan atau menaikkan nilai tukar riilnya. Contoh ; Jika kita memiliki  uang Rp 1.000 dan cukup untuk membeli 1 kg beras, maka ketika dilakukan redenominasi dari Rp 1.000 menjadi Rp 1, maka harga 1 kg beras dapat dibeli dengan Rp 1 tersebut . Dari ilustrasi sederhana ini sepertinya kebijakan ini akan sangat mudah untuk diterapkan tetapi faktor-faktor  di luar ekonomi seperti sosial, politik, dan tentu saja psikologi masyarakat menjadi pertimbangan. Namun sepertinya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sebelum benar-benar menerapkan kebijakan tersebut. Pertama, persoalaan bias dalam memahami dan menggunakan uang atau yang biasa disebut MONEY ILLUSION. Secara definisi, money illusion adalah tendensi atau kecenderungan seseorang untuk menilai uang dalam bentuk nominal lebih dari pada nilai yang sesungguhnya. Misal, ketika redenominasi diterapkan harga suatu barang yang tadinya bernilai Rp 20.000 akan menjadi Rp 20. Kemudian terjadi kenaikan harga terhadap barang tersebut sebesar Rp 5.000 dalam rupiah lama atau Rp 5 dalam rupiah uang baru. Dalam situasi ini, kenaikan harga Rp 5 dalam mata uang baru rupanya dianggap kecil bagi masyarakatKedua, mengenai kemungkinan adanya perilaku pembulatan (ROUNDING UP) harga yang berlebihan. Ini bisa terjadi saat konversi harga dari rupiah lama ke rupiah baru. Sebagai contoh, suatu harga barang yang dalam rupiah lama bernilai Rp 17,700. Ketika terjadi redenominasi, dibulatkan menjadi Rp 18 uang baru dari seharusnya Rp 17 ditambah 70 sen. Maka hal ini akan sangat merugikan konsumen.
Redenominasi rupiah muncul sejak 2010 dan kali ini pemerintah dan BI mantap menerapkannya. Dalam skema redenominasi yang disusun pemerintah dan BI, angka pecahan Rupiah akan disederhanakan dengan menghilangkan tiga angka Nol. Contohnya, uang senilai Rp1.000 nanti setelah redenominasi akan menjadi Rp1. Sedangkan uang Rp100.000 akan menjadi Rp 100. Dengan catatan, meski angka nominalnya berbeda, namun nilai uangnya tetap sama.
Dalam teori ekonomi, redonominasi tidak menimbulkan dampak apapun. Berbeda dengan sanering dan devaluasi yang disamping punya dampak langsung terhadap nilai tukar dari uang yang dipegang oleh masyarakat, juga dampak ekonomi lainnya akibat lanjutan dari kebijakan ini yang meliputi ekspor-impor, inflasi, hingga pertumbuhan ekonomi. Redemonisasi tersebut harus dilakukan stabilisasi perekonomian terlebih dahulu, baru kemudian dijajaki tentang kemungkinan penerapan redenominasi. Redenominasi akan sangat beresiko ketika perekonomian belum mantap terutama jika inflasi belum dapat dikendalikan dengan baik oleh otoritas moneter.
Dalam perlakuan akuntasi ekonominya, penggantian ini tidak menimbulkan naik/turunnya nilai tukar riil uang yang dipegang oleh masyarakat. Contoh yang paling menyita perhatian adalah kebijakan mata uang tunggal Eropa pada tahun 2002 dimana beramai-ramai 12 negara anggota Uni Eropa mengganti mata uangnya ke Euro. Tidak sedikit terjadi kegagapan di negara-negara tersebut walaupun tingkat pendidikan penduduknya sudah sangat maju dan merata. Contohnya di Belanda yang sebelum Euro memakai mata uang Gulden. Lalu ketika diterapkan pada tanggal 1 Januari 2002 dengan kurs 1 Euro = 2,2 Gulden kegagapan masih terjadi di sana-sini. 
Semoga tulisan ini akan memberikan sedikit gambaran tentang REDEMONISASI. Semoga setelah membaca artikel ini, dapat membuka sedikit wawasan dan pemahaman kita tentang kebijakan yang akan digulirkan oleh pemerintah beberapa tahun lagi. Menurut hemat saya jangan cepat menilai buruk tentang kebijakan yang di terapkan oleh pemerintah sebelum kita memahami lebih dalam secara keilmuan tentang kebijakan yang diterapkan..........Salam sukses untuk semua teman-teman….

No comments:

Post a Comment