REDEMONISASI
OLEH ;
NIA TRESNAWATY, SE.,M.Ak
NIA TRESNAWATY, SE.,M.Ak
Sanering (bahasa Belanda) merupakan pemotongan nilai mata uang
sekaligus nilai tukarnya. Contoh; Jika
sebelumnya kita mempunyai uang Rp 1.000 dan dapat membeli barang, misalnya beras
1 kg, dengan nilai yang sama yaitu Rp 1.000 setelah diberlakukan sanering menjadi
Rp 1, dengan demikian kita tidak dapat lagi membeli beras 1 kg tersebut dengan
Rp 1 yang kita miliki. Sedangkan Devaluasi atau Revaluasi
merupakan penyesuaian nilai mata uang dalam negeri dengan menurunkan nilainya
terhadap mata uang asing atau acuan. Misalnya Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Untuk hal ini Indonesia sudah
sangat sering melakukannya ketika Pemerintahan Orde Baru yang juga
menerapkan kurs tetap (fixed currency). Devaluasi dilakukan karena kurs
yang dipakai sudah tidak mencerminkan nilai tukar riil uang itu sendiri,
sehingga ketika nilainya dipatok pada angka tertentu maka pemegang otoritas
sewaktu-waktu harus menyesuaikan dengan nilai tukar riilnya. Redenominasi
sendiri adalah penggantian nilai mata uang tanpa menurunkan atau menaikkan
nilai tukar riilnya. Contoh ; Jika kita
memiliki uang Rp 1.000 dan cukup untuk membeli 1 kg beras, maka ketika
dilakukan redenominasi dari Rp 1.000 menjadi Rp 1, maka harga 1 kg beras dapat
dibeli dengan Rp 1 tersebut . Dari ilustrasi sederhana ini sepertinya
kebijakan ini akan sangat mudah untuk diterapkan tetapi faktor-faktor di
luar ekonomi seperti sosial, politik, dan tentu saja psikologi masyarakat
menjadi pertimbangan. Namun sepertinya ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh pemerintah sebelum benar-benar menerapkan kebijakan
tersebut. Pertama, persoalaan bias dalam memahami dan
menggunakan uang atau yang biasa disebut MONEY ILLUSION. Secara definisi, money illusion adalah tendensi atau
kecenderungan seseorang untuk menilai uang dalam bentuk nominal lebih dari pada
nilai yang sesungguhnya. Misal, ketika
redenominasi diterapkan harga suatu barang yang tadinya bernilai Rp 20.000 akan
menjadi Rp 20. Kemudian terjadi kenaikan harga terhadap barang tersebut sebesar
Rp 5.000 dalam rupiah lama atau Rp 5 dalam rupiah uang baru. Dalam situasi ini,
kenaikan harga Rp 5 dalam mata uang baru rupanya dianggap kecil bagi masyarakat. Kedua, mengenai kemungkinan adanya perilaku
pembulatan (ROUNDING UP) harga yang
berlebihan. Ini bisa terjadi saat konversi harga dari rupiah lama ke rupiah
baru. Sebagai contoh, suatu harga
barang yang dalam rupiah lama bernilai Rp 17,700. Ketika terjadi redenominasi,
dibulatkan menjadi Rp 18 uang baru dari seharusnya Rp 17 ditambah 70 sen. Maka
hal ini akan sangat merugikan konsumen.
Redenominasi rupiah muncul sejak 2010
dan kali ini pemerintah dan BI mantap menerapkannya. Dalam skema redenominasi
yang disusun pemerintah dan BI, angka pecahan Rupiah akan disederhanakan dengan
menghilangkan tiga angka Nol. Contohnya, uang senilai Rp1.000 nanti setelah redenominasi akan menjadi Rp1.
Sedangkan uang Rp100.000 akan menjadi Rp 100. Dengan catatan, meski angka
nominalnya berbeda, namun nilai uangnya tetap sama.
Dalam teori ekonomi, redonominasi
tidak menimbulkan dampak apapun. Berbeda dengan sanering dan devaluasi yang
disamping punya dampak langsung terhadap nilai tukar dari uang yang dipegang
oleh masyarakat, juga dampak ekonomi lainnya akibat lanjutan dari kebijakan ini
yang meliputi ekspor-impor, inflasi, hingga pertumbuhan ekonomi. Redemonisasi
tersebut harus dilakukan stabilisasi perekonomian terlebih dahulu, baru
kemudian dijajaki tentang kemungkinan penerapan redenominasi. Redenominasi akan
sangat beresiko ketika perekonomian belum mantap terutama jika inflasi belum
dapat dikendalikan dengan baik oleh otoritas moneter.
Dalam perlakuan akuntasi ekonominya,
penggantian ini tidak menimbulkan naik/turunnya nilai tukar riil uang yang
dipegang oleh masyarakat. Contoh yang paling menyita perhatian adalah kebijakan
mata uang tunggal Eropa pada tahun 2002 dimana beramai-ramai 12 negara anggota
Uni Eropa mengganti mata uangnya ke Euro. Tidak sedikit terjadi kegagapan
di negara-negara tersebut walaupun tingkat pendidikan penduduknya sudah sangat
maju dan merata. Contohnya di Belanda yang sebelum Euro memakai mata uang
Gulden. Lalu ketika diterapkan pada tanggal 1 Januari 2002 dengan kurs 1
Euro = 2,2 Gulden kegagapan masih terjadi di sana-sini.
Semoga tulisan ini akan memberikan
sedikit gambaran tentang REDEMONISASI. Semoga setelah membaca artikel ini,
dapat membuka sedikit wawasan dan pemahaman kita tentang kebijakan yang akan digulirkan
oleh pemerintah beberapa tahun lagi. Menurut hemat saya jangan cepat menilai
buruk tentang kebijakan yang di terapkan oleh pemerintah sebelum kita memahami
lebih dalam secara keilmuan tentang kebijakan yang diterapkan..........Salam sukses untuk semua teman-teman….